BAB
1. PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia dikenal
dengan Benua Maritim Indonesia dengan jumlah pulau 17.504 buah. Kawasan
perairan laut mencapai luas sekitar 7,9 juta km2 atau 81 % dari luas
keseluruhan terdiri atas perairan laut teritorial, laut nusantara, dan laut
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Garis pantainya nomor dua terpanjang
di dunia setelah Kanada. Pada wilayah daratan seluas 1,9 juta km2, sebesar 27 %
atau sekitar 0,54 juta km2 merupakan perairan umum (sungai, rawa, danau, dan
waduk).
Indonesia memiliki
kepadatan penduduk tertinggi nomor 4 di dunia dengan jumlah penduduk mencapai
lebih dari 210 juta jiwa. Persebarannya tidak merata, dengan 60 % jumlah
penduduk terpusat di Jawa dan Bali. Demikian pula dengan pembangunan
infrastruktur yang cenderung terpusat di Jawa dan Bali.
Secara geologi, wilayah
Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng
Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng
Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling
bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia
dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunungapi, dan sesar atau patahan. Penunjaman
(subduction) Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng
Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian
gunungapi aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng. Di samping itu jalur gempa bumi
juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman, maupun pada jalur patahan regional
seperti Patahan Sumatera/Semangko.
Dengan kondisi geologi
yang demikian, ancaman bencana di wilayah Indonesia sepertinya tinggal menunggu
waktu. Apalagi ditambah dengan kerusakan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya
alam yang tidak terkendali. Frekuensi
kejadian bencana dan tingkat kerusakan maupun korban jiwa semakin meningkat di Indonesia.
UU No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana dan PP No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulanan Bencana, yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh
dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko,
dan dampak bencana. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk tujuan
tersebut diatas adalah dengan melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan
pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan. Untuk dapat mewujudkan program
tersebut, maka dipandang perlu untuk menilai kerawanan bencana tiap-tiap daerah
(provinsi dan kabupaten/kota).
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Daerah Rawan Bencana
Bencana
adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis
dan di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Rawan Bencana adalah kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi dalam satu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengalami penurunan kemampuan mencegah, merendam, mencapai
kesiapan, dan mengalami penurunan kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu (anonim, tanpa tahun).
Daerah
rawan bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
Dalam pengertian lain daerah yang
rawan bencana merupakan daerah yang memiliki kerentanan terhadap bencana
merupakan daerah dimana kondisi dari suatu komunitas atau masyarakatnya
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya atau bencana.
Resiko Bencana adalah potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun wantu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
2.2
Macam-macam
Bencana di Indonesia
DalamUUPenanggulanganBencanadisebutkanbahwabencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia,
dan atau keduanya yang tetrjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan,
mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerugian harta benda, kerusakan
prasarana atau sarana, lingkungan, utilitas umum, hilangnya sumber-sumber
kehidupan, baik social maupun ekonomi, serta hilangnya akses terhadap sumbeber
kehidupan tersebut.
Beberapa bencana yang
menjadi ancaman bagi Negara Indonesia, yaitu:
1.
Banjir
Banjir adalah
aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga
melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah
disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan
melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Pengertian lain
dari banjir adalah gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang
berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
Menurut SK
SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004) dijelaskan bahwa Banjir adalah
aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran.
Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang sumbernya bisa dari mana aja.
Dan air itu ngeluyur keluar dari sungai atau saluran karena sungai atau
salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi inilah yang disebut banjir.
2.
Tsunami
Pengertian tsunami berasal dari bahasa Jepang.
"tsu" yang berarti pelabuhan, "nami" berarti gelombang.
Dari segi bahasa, tsunami berarti gelombang pelabuhan. Namun, dalam konteksnya,
deskripsi singkat tsunami adalah rangkaian gelombang yang umumnya disebabkan
oleh perubahan permukaan laut secara vertical yang disebabkan oleh gempa bumi
pada atau dekat dengan permukaan laut yang menyebabkan perpindahan massa air
dalam jumlah besar.
Gelombang tsunami dapat bersumber dari 3 kejadian,
yaitu: gempa bumi bawah laut, ledakan gunung api bawah laut, dan jatuhnya
meteor. Dampak yang ditimbulkan oleh tsunami bergantung pada kekuatan
gelombang. Gelombang tsunami dapat merusak bangunan, menghanyutkan manusia,
mobil, dan harta benda lainnya.
3.
Gempa
Bumi
Gempa bumi adalah merupakan peristiwa pelepasan
energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian bumi secara
tiba-tiba. Gempa bumi muncul akibat perubahan tiba-tiba pada permukaan bumi
disepanjang sesar. Perubahan dan pergerakan kerak bumi dapat melepaskan energi.
Energi inilah yang dirasakan sebagai gempa bumi.
Gempa dapat terjadi di darat maupun di laut. Gempa
yang terjadi dibawah laut dapat menyebabkan tsunami. Hingga saat ini, belum ada
peralatan atau metode yang mampu meramalkan kejadian gempa bumi. Kemunculan
gempa bumi di Indonesia sangat tinggi. Karena secara geografis Indonesia
terletak pada daerah cincin api yang masih aktif.
4.
Tanah
Longsor
Longsor merupakan gerakan tanah yang terdiri dari
sejumlah massa tanah, batu dan campuran material yang bergerak di lereng gunung
atau daerah-daerah yang tanahnya labil, terutama jika terjadi hujan.jadi, tanah
longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Penyebab terjadinya tanah longsor terutama karena
peristiwa seperti hujan, kondisi geologi dan kondisi topografi, serta dipicu
oleh tindakan-tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Secara singkat,
tanah longsor dapat terjadi karena hujan, tanah longsor yang terjal, tanah yang
tebal, dan lembek dengan batu-batuan yang kurang kuat, getaran, permukaan air
danau atau air bendungan yang surut, adanya beban bangunan yang bertambah
besar, erosi, timbunan materi di tebing dan bekas longsoran lama.
5.
Kekeringan
Kekeringan terjadi apabila ketersediaan air tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Bencana ini diakibatkan oleh musim kemarau
yang panjang, yang dapat terjadi sepanjang tahun, dalam waktu yang tidak
menentu, atau bahkan tidak dapat diamati. Kekeringan yang disebabkan oleh
berurangnya curah hujan disebut kekeringan meteorologist, sedangkan kekeringan
karena berkurangnya sumber daya air disebut kekeringan hidrologis.
6.
Gunung
Berapi
Gunung berapi jika meletus akan mengeluarkan magma
memlalui lubang vulkanik, karena gas-gas yang terlarut didalamnya. Magma yang
mengalir dipermukaan tanah disebut lava, yang berisi bermacam-macam materi ayng
disebut tephra. Disamping magma, gunning api yang meletus juga mengeluarkan
debu panas yang merupakan partikel-partikel di dalam gas panas. Kerusakan yang
rimbul akibat letusan gunung api dapat
berasal dari lava yang mengalir, gelombang panas dan debu, serta puing-puing
akibat terjangan lava yang mengalir dari puncak gunung.
7.
Badai
atau Angin Topan
Karena geografisnya, wilayah pesisir pantai dan
pulau-pulau kecil di Indonesia cukup rentan terhadap bencana badai atau angin
topan. Angin topan atau badai dapat mencapai kecepatan 200 km/jam dengan
tekanan tiup sampai 200kg/m2 sehingga mampu merobohkan bangunan dan pepohonan.
8.
Wabah
Penyakit
Wabah penyakit adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
2.3
Faktor-faktor
Penyebab Bencana
1.
Faktor penyebab banjir
Penyebab timbulnya banjir pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) factor, yaitu:
- Pengaruh aktivitas manusia, seperti:
Ø
Pemanfaatan
dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman dan industri.
Ø
Penggundulan
hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian
tanah permukiman. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkansegimentasi di
terusan-terusan sungai yang kemusian menggangu jalannya air.
Ø
Permukiman
di dataran banjir dan pembangunan di daerah dataran banjir dengan mengubah
saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang
alur sungai diurug untuk dijadikan permukiman. Konsisi demikian banyak terjadi
di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan
menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir.
Ø
Buang
sampah disembarang tempat dapat menymbat saluran-saluran air, terutama di
perumahan.
- kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:
Ø
Kondisi
geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon.
Ø
Kondisi
topografi yang cekung, yang merupakan dataran banjir, seperti kota bandung yang
berkembang pada cekungan bandung.
Ø
Kondisi
alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelak-kelok,
timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol, dan adanya sedimentasi sungai
membentuk sebuah pulau.
- Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti:
Ø
Curah
hujan yang tinggi
Ø
Terjadinya
bendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan
sungai besar.
Ø
Penurunan
muka tanah atau amblesa, misal disekitar pantai utara jakarta yang mengalami
amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga
menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah.
Ø
Pendangkalan
dasar suangi karena sendimentasi yang cukup tinggi.
Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan
manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploitasi, membahayakan, dan
merusak linmgkungan baik di darat, laut, dan di udara. Sementara faktor kedua
dan ketiga, merupakan tantang bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif
yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.
2.
Faktor penyebab tsunami
Tsunami
dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air, seperti letusan gunung api, gempa bumi,
longsor maupun
meteor yang
jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam
rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya
ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan
vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau
turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang
berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut,
yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Kecepatan
gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi,
dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami
mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya
sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang
tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai
tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa
air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi
juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng
benua.
3.
Faktor penyebab gempa bumi
Kebanyakan
gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang
dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar
dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan
lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
Gempa
bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi
yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan
translasional. Gempa bumi fokus
dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer
yang terjepit kedalam mengalami transisi fase
pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa
gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma
di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan
terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga
terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam,
seperti Dam Karibia
di Zambia,
Afrika.
Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi
cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga
panas bumi dan di Rocky Mountain
Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan
bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata
nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang
disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas
terinduksi.
4.
Faktor penyebab tanah longsor
Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di
sekitar kawasan pegunungan. Semakin suram kemiringan lereng satu kawasan,
semakin besar kemungkina terjadi longsor. Tanah longsor terjadi sebagai akibat
perubahan-perubahan, baik secara mendadak atau bertahap pada komposisi,
struktur, hidrologi atau vegetasi pada satu lereng. Perubahan-perubahan ini
bisa bersifat alami atau disebabkan manusia dan menyebabkan gangguan
keseimbangan materi-materi yang ada pada lereng. Dimana faktor-faktor penyebab
perubahan-perubahan tersebut yang kemudian mengakibatkan terjadinya tanah
longsor adalah:
- Meningkatnya sudut lereng karena konstruksi baru
atau karena erosi sungai.
- Mengingkatnya kandungan air yang disebabkan oleh
hujan lebat atau naiknya air tanah.
- Hilangnya tumbuh-tubuhan karena kebakaran,
penebangan, dan penggundulan hutan yang menyebabkan melemahnya
partikel-partikel tanah dan erosi.
- Getaran akibat gempa bumi, letusan, gerakan mesin,
dan lalu lintas.
- Penambahan beban oleh hujan, materi vulkanis,
bagunan atau rembesan dari irigasi dan sistem pembungan sampah.
Luncuran tanah longsor akan semakin cepat sampai sekitar
30 meter/detik ketika:
Ø Lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari
bagian utama gunung atau bukit.
Ø Lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan
mengambil momentum dalam luncuran tersebut.
5.
Faktor penyebab kekeringan
Untuk
memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut diuraikan klasifikasi
kekeringan berdasarkan penyebabnya, baik akibat alamiah dan/atau ulah manusia
menurut Pedoman Teknis Kekeringan (Sekretariat TKPSDA, 2003). Penyebab kekeringan,
yaitu:
- Akibat Alam
a.
Kekeringan Meteorologis; berkaitan
dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran
kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
b.
Kekeringan Hidrologis; berkaitan dengan
kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur
berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah.
Terdapat tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka
air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis
bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
c.
Kekeringan Pertanian; berhubungan dengan
kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah
yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan
meteorologi.
d.
Kekeringan Sosial Ekonomi; berkaitan
dengan kekeringan yang memberi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi,
seperti: rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik
dari tenaga air, terganggunya kelancaran transportasi air, dan menurunnya
pasokan air baku untuk industri domestik dan perkotaan.
e.
Kekeringan Hidrotopografi; berkaitan dengan
perubahan tinggi muka air sungai antara musim hujan dan musim kering dan
topografi lahan.
- Akibat Ulah
Manusia
Kekeringan tidak taat aturan terjadi karena:
a.
Kebutuhan air lebih besar daripada
pasokan yang direncanakan akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam
atau pola penggunaan air.
b.
Kerusakan kawasan tangkapan air dan
sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
Berdasarkan
klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas penanggulangan bencana
kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus untuk
kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola
prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan
kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan
sosialisasi yang lebih intensif, sehingga memahami dan melaksanakan pola
pengguna air sesuai peraturan/ketetapan.
6.
Faktor penyebab gunung berapi
Gunung meletus merupakan peristiwa
yang terjadi akibat endapan magma
di dalam perut bumi
yang didorong keluar oleh gas
yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam
lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari
1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava.
Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung
berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km
atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak
semua gunung berapi
sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif.
Menurut (anonim, 2011), Gunung
berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain :
·
Suhu
di sekitar gunung naik.
·
Mata
air menjadi kering
- Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai
getaran (gempa)
- Tumbuhan di sekitar gunung layu
- Binatang di sekitar gunung
bermigrasi
7.
Faktor penyebab badai atau angin topan
Penyebab
badai adalah tingginya suhu
permukaan laut.
Perubahan di dalam energi
atmosfer
mengakibatkan petir
dan badai. Badai tropis berpusar
dan bergerak
dengan cepat mengelilingi
suatu pusat,
yang sumbernya berada di daerah tropis.
Pada saat terjadi angin ribut ini, tekanan
udara sangat rendah disertai angin
kencang dengan kecepatan bisa mencapai 250 km/jam. Hal ini
bisa terjadi di Indonesia maupun negara-negara
lain. Di dunia, ada tiga tempat pusat badai,
yaitu di Samudera Atlantik,
Samudera Hindia,
dan Samudera Pasifik.
Secara umum, bencana
dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia
(man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain:
1.
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya
karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for
Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi
(geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards),
bahaya biologi (biological hazards),
bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas
lingkungan (environmental degradation)
2.
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi
dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang
berisiko bencana. Maksud dari kerentanan adalah sekumpulan kondisi dan atau
suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana.
Factor-faktor kerentanan, yaitu:
- Fisik: kekuatan
bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman bencana.
- Sosial:
kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku
masyarakat) terhadap ancaman bencana
- Ekonomi: kemampuan
finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya
- Lingkungan:
Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta
kerusakan lingkungan yan terjadi.
3.
Kapasitas yang rendah dari berbagai
komponen di dalam masyarakat
2.4
Cara
Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana adalah merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat alinea
ke-IV Pembukaan UUD 1945. Dalam implementasinya, penanggulangan bencana menjadi
tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama
masyarakat.
2.4.1
Prinsip-Prinsip
Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana bertujuan untuk melindungi
masyarakakat dari bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam
penanggulangannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu:
1.
Cepat dan Tepat
Yang
dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan manusia.
2.
Prioritas
Yang
dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
3.
Koordinasi dan Keterpaduan
Yang
dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana
didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh
berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik dan
saling mendukung.
4.
Berdaya guna dan Berhasil guna
Yang
dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5.
Transparasi dan Akuntabilitas
Yang
dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan
“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6.
Kemitraan
Penanggulangan
bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam
penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat secara
luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi atau
lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahnya.
7.
Pemberdayaan
Pemberdayaan
berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami dan
melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana.
Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi
dampak dari bencana.
8.
Nondiskriminatif
Yang
dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa Negara dalam
penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.
9.
Nonprolitesi
Yang
dimaksud dengan “prinsip nonprolitesi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama
atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian
bantuan dan pelayanan darurat bencana.
2.4.2
Tahap-Tahap
Penanggulangan Bencana
Pada tahun 2008, pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
untuk menanggulangi bencana secara menyeluruh disetiap wilayah yang ada di
Indonesia. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) didasarkan pada Undang-Undang
Penanggulangan Bencana No.24 Tahun 2007.
Menteri Dalam Negeri No. 46/2008, Keputusan Presiden
No. 41/2007, dan Peraturan Kepala BNPB No. 3/2008, tugas penanggulangan bencana
diatur didalam tiga divisi di BNPB dan BPBD, yaitu:
1.
Pra Bencana (Kesiapsiagaan)
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap Pra Bencana
adalah:
- Simulasi bencana
Simulasi merupakan
persiapan yang terpenting dalam sistem tanggap bencana. Adanya pemahaman yang benar tentang sistem tanggap bencana
diharapkan dapat menjadi landasan bagi setiap individu dalam kondisi bencana.
Simulasi merupakan gambaran teknis tindakan yang harus dilakukan saat terjadi
bencana. Dengan melakukan simulasi kondisi yang benar, dapat dipastikan anda
masyarakat akan lebih siap dan tanggap dalam mengatasi kejadian bencana. Ada
beberapa tahapan dalam melakukan simulasi: yakni sebagai berikut.
i.
Prasimulasi
-
Berikan pemahaman mengenai sistem tangga
bencana yang benar kepada semua anggota keluarga atau masyarakat melakukan
diskusi sebelum simulasi.
-
Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau
masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya dan membuktikan pendapat tersebut
pada saat simulasi.
-
Pilih dan buat skenario sistem taggap
bencana yang paling potensial terjadi dilingkungan anda. Siapka minimal tiga
skenario tindakan dalam berbagai skala yang mungkin terjadi.
-
Tentukan koordinator dan bagilah tugas
secara merata untuk seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang ikut dalam
simulasi. Jadi keluarga atau masyarakat sebagai sebuah tim yang solid dan
efektif dalam sistem tanggap bencana.
-
Tentukan kapan simulasi akan diadakan.
Usahakan simulasi dilakukan minimal enam bulan sekali dengan pilhan skenario
berbeda.
-
Pastikan seluruh anggota keluarga atau
masyarakat mempelajari skenario dan tugas masing-masing yang telah disepakati
dengan baik.
-
Beritahukan kegiatan ini pada seluruh
anggota yang ada dimasyarakat untuk menghindari kesalah pahaman.
-
Siapkan peralatan dan perlengkapan simulasi
termasuk kebutuhan dasar dan peralatan darurat.
ii.
Simulasi
-
Usahakan perut telah terisi makanan dan
minuman secukupnya sebelum simulasi.
-
Siapkan kondisi fisik dengan melakukan
senam pemanasan untuk menghindari cedera saat melakukan simulasi.
-
Berdoalah sebelummelakukan simulasi agar
simulasi berjalan lancar.
-
Beri tanda simulasi dimulai dengan
membunyikan tanda bahaya, bisa dengan menggunakan peluit atau bunyi-bunyian
lain.
-
Cacat kronologis simulasi secara
mendetail.
-
Usahakan jangan memberikan penilaian
benar atau salah terlebih dahulu, agar semua berjalan alami saat simulasi.
-
Ulangi simulasi beberapa kali (minimal
tiga kali) hingga anda mendapatan patokan waktu tercepat untk melakukan
tindakan evakuasi dan pertolongan. Ingat: waktu adalah komponen dasar dalam
melakukan sistem tanggap bencana.
-
Dokumentasikan simulasi baik dalam
bentuk tertulis, foto, maupun video. Dokumentasi ini berguna sebagai bahan
referensi dan pembelajaran dalam melakukan sistemtangap bencana.
iii.
Pascasimulasi
-
Melakukan evaluasi simulasi, melaputi:
·
Kesiapan individu,
·
Tindakan evakuasi,
·
Tndakan pertolongan,
·
Cacatan waktu,
·
Kerugian yang dapat ditimbulkan, dan
·
Kondisi pascasimulasi.
-
Jika ada kekurangan dalam simulasi,
diskusiakan kembali dengan seluruh anggota keluarga atau masyarakat.
-
Berikan kesempatan kepada setiap anggota
keluarga atau masyarakat untuk memberikan penilaian mengenai jalanya simulasi.
Cari solusi terbaik bersama-sama.
-
Adakan simulasi tanggap bencana secara
rutin, minimal enam bulan sekali dengan pilihan skenario bencana yang berbeda.
- Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan
adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
- Peringatan dini
Peringatan
dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
- Mitigasi
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam
bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan
konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur
bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu
upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya
seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi
bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta
dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Mitigasi bencana yang efektif harus
memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1.
Penilaian
bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset
yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan
tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data
kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana
yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2.
Peringatan
(warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang
bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa
bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak
yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan
mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3.
Persiapan
(preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem
peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya
kembali ketika situasi telah aman.
Contoh kegiatan pra bencana, yaitu:
·
penyadaran
tentang pentingya siap siaga
·
Pembentukan
Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana
·
Memperkirakan
faktor resiko bencana
·
Membuat
rencana pengungsian.
2.
Tanggap darurat
Kegiatan tanggap darurat dilakukan untuk
meringankan penderitaan sementara (SAR, bantuan darurat dan pengungsian).
Contoh
kegiatannya seperti:
·
Tindakan langsung saat bencana dan
pengungsian
·
Pertolongan gawat darurat
·
Perawatan kejiwaan (Trauma healing)
·
Dukungan gizi dalam kondisi darurat
terutama untuk kelompok rentan
·
Penyediaan Pemukiman sementara
·
Penyediaan Pelayanan kesehatan
·
Penyediaan Saran Sanitasi dan Air Bersih
3.
Pasca Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)
Kegiatan yang dilakukan pasca bencana
adalah pemulihan, rehabilitas dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi pasca
bencana meliputi kegiatan-kegiatan:
· Perbaikan lingkungan daerah bencana. Kegiatan fisik perbaikan
lingkungan mencakup lingkungan kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan
usaha, dan kawasan bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan teknis, sosial,
ekonomi, dan budaya serta ekosistem suatu kawasan.
· Perbaikan prasarana dan sarana umum meliputi perbaikan
infrastuktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan
transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya
masyarakat.
· Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat. Bantuan
Pemerintah sebagai stimulan untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang
mengalami kerusakan akibat bencana untuk dapat dihuni kembali. Bantuan dapat
berupa bahan material, komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan
berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi tingkat kerusakan rumah yang dialami.
Bantuan diberikan dengan pola pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan
karakter daerah dan budaya masyarakat.
· Pemulihan sosial psikologis; ditujukan untuk membantu masyarakat
yang terkena dampak bencana (berupa bantuan konseling dan konsultasi keluarga,
pendampingan pemulihan trauma, dan pelatihan pemulihan kondisi psikologis),
memulihkan kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keadaan normal
seperti kondisi sebelum bencana.
·
Pelayanan kesehatan;
ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam rangka
memulihkan kondisi kesehatan masyarakat dengan mengacu pada standar pelayanan
darurat melalui upaya-upaya : membantu perawatan korban bencana yang sakit dan
mengalami luka, membantu perawatan korban bencana yang meninggal, menyediakan obat-obatan,
menyediakan peralatan kesehatan, menyediakan tenaga medis dan paramedic, dan
merujuk ke rumah sakit terdekat.
·
Relokasi perumahan,
prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca bencana untuk perumahan,
prasarana dan sarana umum yang mengalami kerusakan akibat bencana dapat
dilakukan tidak pada lokasi semula atau dengan kata lain harus direlokasi.
Relokasi dapat dilakukan untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak
memiliki legalitas surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan
fungsi yang telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang
membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan pasca bencana
akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang berlaku.
·
Rekonsiliasi dan resolusi
konflik; ditujukan membantu masyarakat di daerah rawan bencana dan rawan
konflik sosial untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta
memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat melalui upaya-upaya mediasi
persuasif dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat terkait dengan tetap
memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya masyarakat setempat
dan menjunjung rasa keadilan.
·
Pemulihan sosial ekonomi
budaya; ditujukan untuk membantu masyarakat terkena dampak bencana dalam rangka
memulihkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seperti pada kondisi
sebelum terjadi bencana dengan menghidupkan dan mengaktifkan kembali kegiatan
sosial, ekonomi, dan budaya melalui: layanan advokasi dan konseling, bantuan
stimulan aktivitas ekonomi, dan pelatihan.
·
Pemulihan keamanan dan
ketertiban; ditujukan membantu masyarakat dalam memulihkan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat di daerah terkena dampak bencana agar kembali seperti
kondisi sebelum terjadi bencana melalui upaya: mengaktifkan kembali fungsi
lembaga keamanan dan a. ketertiban di daerah
bencana, meningkatkan peranserta masyarakat dalam kegiatan b. pengamanan
dan ketertiban, dan koordinasi dengan instansi/lembaga yang berwenang di bidang
keamanan dan ketertiban.
·
Pemulihan fungsi
pemerintahan; ditujukan untuk memulihkan fungsi pemerintahan kembali seperti
kondisi sebelum terjadi bencana melalui upaya: mengaktifkan kembali pelaksanaan
kegiatan tugastugas pemerintahan secepatnya, penyelamatan dan pengamanan
dokumen-dokumen negara dan pemerintahan, konsolidasi para petugas pemerintahan,
pemulihan fungsi-fungsi dan peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan, dan
pengaturan kembali tugas-tugas pemerintahan pada instansi/lembaga terkait
·
Pemulihan fungsi pelayanan
publik; ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan kepada masyarakat
pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana melalui upaya-upaya: rehabilitasi
dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan public, mengaktifkan
kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga terkait, dan pengaturan
kembali fungsi pelayanan public.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah
pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran
serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
Menurut
menkokesra RI, 2008, Rekonstruksi pasca bencana meliputi kegiatan-kegiatan:
·
Pembangunan kembali
prasarana dan sarana; merupakan kegiatan fisik pembangunan kembali atau
pembangunan baru prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan kegiatan
ekonomi, sosial, dan budaya dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan kabupaten/kota.
·
Pembangunan kembali sarana
sosial masyarakat; merupakan kegiatan pembangunan kembali atau pembangunan baru
fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sosial
dan kemasyarakatan.
·
Relokasi perumahan,
prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca bencana untuk perumahan,
prasarana dan sarana umum yang mengalami kerusakan akibat bencana dapat
dilakukan tidak pada lokasi semula atau dengan kata lain harus direlokasi.
Relokasi dapat dilakukan untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak
memiliki legalitas surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan
fungsi yang telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang
membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan pasca bencana
akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang berlaku.
·
Pembangkitan kembali
kehidupan sosial budaya masyarakat; ditujukan untuk menata kembali kehidupan
dan mengembangkan pola-pola kehidupan ke arah kondisi kehidupan sosial budaya
masyarakat yang lebih baik dengan cara: menghilangkan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana;
mempersiapkan masyarakat melalui kegiatan kampanye sadar bencana dan peduli
bencana; penyesuaian kehidupan sosial budaya masyarakat dengan lingkungan rawan
bencana; mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengurangan risiko
bencana.
·
Penerapan rancang bangun
yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
ditujukan untuk meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi prasarana dan sarana
yang mampu mengantisipasi dan tahan bencana, dan mengurangi kemungkinan
kerusakan yang lebih parah akibat bencana.
·
Partisipasi dan peran serta
lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan daerah rawan
bencana ke arah lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana melalui
upaya: melakukan kampanye peduli bencana; mendorong tumbuhnya rasa peduli dan
setia kawan pada lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha; dan
mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan kegiatan persiapan menghadapi
bencana.
·
Peningkatan kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya; ditujukan untuk normalisasi kondisi dan kehidupan yang
lebih baik melalui upaya: pembinaan
kemampuan keterampilan masyarakat yang terkena bencana; pemberdayaan kelompok
usaha bersama dapat berbentuk bantuan dan/atau barang; dan mendorong penciptaan
lapangan usaha yang produktif.
· Peningkatan fungsi pelayanan publik; ditujukan untuk penataan dan
peningkatan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat untuk mendorong kehidupan
masyarakat di wilayah pascabencana ke arah yang lebih baik melalui upaya:
penyiapan program jangka panjang peningkatan fungsi pelayanan publik; dan pengembangan
mekanisme dan system pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
· Peningkatan
pelayanan utama dalam masyarakat; dilakukan dengan tujuan membantu peningkatan
pelayanan utama dalam rangka pelayanan prima melalui upaya mengembangkan
pola-pola pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien.
Contoh
kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap pasca bencana yaitu:
· Memperkirakan
kebutuhan Jangka panjang
· Proses
pemenuhan kebutuhan jangka panjang
· Proses
pencarian bantuan
· Bekerjasama
dengan media massa
Stategi
jangka panjang promosi kesehatan di Indonesia
2.4.3
Tugas
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Pembentukan BPBD didasarkan pada regulasi daerah.
Pemerintah menyarankan pembentukan BPBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) yang harus berkoordinasi dengan kementrian dalam negeri (Depdagri) dan
BNPB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah.
Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas:
a. Menetapkan
pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penangan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi
secara adil dan setara.
b. Menetapkan
standarisasi serata kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Menyusun,
menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.
d. Menyusun
dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
e. Melaksanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
f. Melaporkan
penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah sebulan sekali
dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
g. Mengendalikan
pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
h. Mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan daerah.
i.
Melaksanakan kewajiban lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar